“ALLAH, APA KATA-MU”
Bagi banyak
orang, manusia adalah satu-satunya yang menentukan masa depan dan langkah
hidupnya sendiri. Bagi banyak orang, segala sesuatu adalah murni rasionalisme
dari sebuah kehidupan. Kehidupan adalah ladang untuk menemukan segala pemecahan masalah yang ada melalui
kekuatan rasional. Namun, pandangan tersebut merupakan pandangan yang sangat
keliru.pandanagan tersebut seolah-olah mengabaikan eksistensi DzatYang Maha
Kuasa, Maha Berkehendak,dan Maha Merajai Segalanya, Dialah Allah SWT.
Sifat iradah suatu sifat yang qadim lagi azali yang
berdiri pada zat Allah ta'ala.
Dengan sifat ini Allah ta'ala menghendaki pada menentukan segala yang mumkin
(sesuatu yang mungkin ada atau tiada, yang hidup atau mati). Allah yang
menghendaki semua kejadian yang telah
berlaku, sedang
berlaku, atau akan
berlaku. Jelasnya iradah adalah kemahuan untuk menentukan sesuatu perkara. Manakala
Qudrah (kuasa) yang menentukan iradah (kehendak atau kemahuan) berlaku atau
terjadi.
Manusia juga mempunyai kehendak (kemahuan dan
keinginan), namun tidak semua kehendak tercapai. Hanya apabila kehendak itu
diizinkan Allah dengan
iradah-Nya barulah kehendak manusia itu menjadi kenyataan. Allah SWT, berfirman:
وَرَبُّكَ يَخۡلُقُ مَا يَشَآءُ
وَيَخۡتَارُۗ
“Dan Tuhanmu menjadikan apa yang ia mahu dan yang ia kehendaki”. (Q.S. al Qasas : 68)
Terkadang
banyak jalan yang terbuka di hadapan kita. Banyak pertanyaan dan pertimbangan
yang mungkin kita miliki. Tetapi, Allah Maha Tahu, Firman Allah berkata bahwa sekalipun ada banyak
pertanyaan, Dia tahu bagaimana memimpin hidup kita. Diatahu apa yang lebih
baikuntuk kita,bahkanDia tahu segalasesuatuyangberkenaan dengan kita. Manusia
memiliki berbagai rancangan dan pemikiran yang seakan benar di matanya, pada
akhirnya kehendak Tuhanlah yang akan terlaksana. Allahlah yang menuntun langkah
hidup kita dan yang menguji hati kita.
Mungkin kita sering berfikir bahkan
menyesali terhadap apa yangterjadi pada hidup ini padahal pilihan tersebut berasal
dari kita sendiri. Kadang kita mengeluh dan tidak menyukai
ketetapan-Nya yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Perhatikanlah
dengan seksama firman Allah SWT berikut ini:
”….
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui,
sedang kamu tidak mengetahui”
(Q.S. Al Baqarah : 216)
Dan
perhatikan juga firman Allah SWT yang lain: ”.…..karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Q.S. An Nissa : 19)
Perhatikan
juga sabda Rasulullah SAW berikut ini: “Sungguh, amat mengagumkan keadaan
orang mukmin itu, karena semua urusannya itu baik baginya. Bila ia
mendapat nikmat (kebahagiaan), dia bersyukur, maka itu menjadi kebaikan
baginya. Dan bila ditimpah musibah, dia bersabar, maka itu menjadi kebaikan
baginya.” (HR. Muslim).
Allah menjaga
jiwa kita dan menguji hati kita. Kita mungkin saja tidak tahu tentang sesuatu,
tetapi Dia mengetahuinya. Allah mengetahui segala sesuatu yang mungkin telah
menyedihkan atau melukai hati kita. Daripada menyalahkan diri sendiri atas
keputusan-keputusan yang telah kita ambil di masa lalu atau merasa tertekan
dengan keputusan-keputusan yang harus kita ambil di masa depan, marilah kita
membuka hati kita kepada-Nya, memercayakan hidup kita kepada-Nya, karena Dia
tahu bagaimana menuntun hidup kita.
Dalam
kehidupan ini, terkadang seorang hamba didera berbagai derita. Tak jarang
hatinya dilanda beragam perasaan yang mengusik hati, menyiksa jiwa dan membuat
hidupnya menjadi keruh dan sempit. Ada tiga jenis perasaan yang mengganggu jiwa
seorang manusia; pertama huzn (kesedihan terhadap apa yang terjadi di
masa lalu), kedua hamm (keresahan lantaran kekhawatiran akan masa
depan) dan ketiga ghamm (perasaan gundah saat menghadapi kenyataan
yang sulit yang tengah dihadapi sekarang).
Tiga perasaan
ini tak bisa lenyap dari jiwa seseorang kecuali melalui ketulusan penuh untuk
kembali kepada Allah, kesempurnaan perasaan hina di hadapan-Nya, kerendahan
hati kepada-Nya, ketundukan dan kepasrahan terhadap perintah-Nya, percaya akan
ketentuan-Nya, mengenal-Nya dan mengenal asma-asma dan sifat-sifat-Nya, percaya
kepada kitab-Nya, selalu membaca dan merenungi serta mengamalkan segala
kandungannya. Dengan itu semua (bukan
dengan yang lain)
segala kekacauan hati itu akan sirna, dada menjadi lapang, dan kebahagiaan pun
akan datang.
Dalam Musnad Ahmad dan Shahih Ibni Hibban serta lainnya, ‘Abdullah
bin Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi bersabda, “Tidaklah seorang hamba
mengucapkan doa berikut (ini) tatkala ia didera keresahan atau kesedihan
melainkan Allah pasti akan menghilangkan keresahannya dan akan menggantikan
kesedihannya dengan kegembiraan. Para Sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah,
sudah seharusnya kami mempelajari doa tersebut. Rasulullah menjawab, “Benar.
Sudah seharusnya orang yang mendengarnya mau mempelajarinya”. Do’a tersebut adalah
sebagai berikut "Ya Allah, sungguh aku ini adalah hamba-Mu, anak dari
hamba-Mu, anak dari hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di tangan-Mu,
ketentuan-Mu berlaku pada diriku, keputusan-Mu adil terhadapku, Aku memohon
kepada-Mu dengan semua nama yang merupakan milik-Mu, nama yang engkau lekatkan
sendiri untuk menamai diri-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang di
antara hamba-Mu, atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang Engkau
khususkan untuk diri-Mu dalam ilmu gaib di sisi-Mu, agar engkau menjadikan
al-Qur’an sebagai penyejuk hatiku, cahaya dadaku, penghilang kesedihanku dan
pelenyap keresahanku”.
Ungkapan
dalam doa “ketentuan-Mu berlaku atas diriku” ini mencakup dua ketentuan,yaitu ketentuan dalam agama
dan ketentuan takdir berkenaan dengan semesta. Dua ketentuan ini akan berlaku
pada diri hamba, ia terima ataupun tolak. Hanya saja ketentuan takdir tidak
mungkin untuk dilawan. Sedangkan ketentuan agama terkadang dilanggar oleh
seorang hamba dan ia terancam mendapatkan hukuman siksa sesuai dengan
pelanggaran yang ia lakukan.
Ungkapan
“keputusan-Mu terhadapku adil semata”, ini mencakup semua keputusan Allah
terhadap hamba-Nya dari segala sisi, baik, buruk, sehat atau sakit, kaya atau
miskin, rasa nikmat atau rasa nyeri, hidup atau mati, mendapat siksa atau
mendapat ampun; semua yang Allah putuskan terhadap hamba itu adalah adil
semata.
Kehendak dan kuasa Allah tidaklah
terlepas dari ikhtiar atau usaha. Ikhtiar atau usaha adalah segala upaya yang dilakukan oleh
manusia dengan memanfaatkan segenap potensi yang ada dalam dirinya secara
maksimal untuk mencapai atau mengejar apa yang ia inginkan, apa yang ia
angankan, apa yang ia impikan. Sebuah usaha yang benar-benar bertumpu pada
potensi dan kemampuan yang dianugerahkan pada tiap manusia.
Selain itu,
kehendak dan kuasa Allah juga tidak terlepas dari tawakkal seorang hamba atau
seringkali diwujudkan dalam bentuk doa adalah sebuah kesadaran dalam jiwa
manusia akan adanya kekuatan Segala Maha di luar kemampuan dan potensi dirinya
yang sangat menentukan bagi pencapaian dirinya. Tawakkal adalah wujud lain dari
kesadaran terdalam dalam jiwa manusia bahwa ia bukanlah apa-apa, bahwa apapun
yang ia lakukan tidak bisa dilepaskan dari perkenan Sang Maha Segala. Sebuah
kesadaran untuk menggantungkan segala harapan dan impian pada Kekuatan yang
Maha Melingkupi Segala.
Konsep
Ikhtiar dan Tawakkal juga merupakan sebuah pencerminan dari peran manusia di
dunia, yakni sebagai khalifah (wakil Tuhan di bumi) sekaligus sebagai hamba.
Ikhtiar adalah bentuk lain dari kesadaran manusia akan potensi diri yang
memungkinkannya untuk merencanakan, mengejar, dan mengangankan sesuatu. Sebuah
keniscayaan bagi makhluk yang harus berperan sebagai wakil Tuhan di dunia untuk
merawat, menjaga, dan melestarikan alam semesta. Sedang tawakkal adalah
kesadaran terdalam jiwa manusia bahwa ia merupakan ‘percikan’ ruh Tuhan,
sehingga ia selalu merindukan kembali kepada Tuhan, selalu merasakan kebutuhan
untuk menggantungkan segala urusan kepada Sumber Asal Cahaya yang memercik di
dirinya.
Kita harus
menyadari bahwa hidup kita kadang berada di atas dan kadang berada di bawah.
Dalam hidup ini, kadang kita bisa meraih apa yang kita inginkan, dan kadang
kita tidak bisa meraihnya. Kadang berhasil dan kadang mengalami
kegagalan. Tidak ada seorang pun manusia yang tahu apa yang akan terjadi pada
dirinya esok hari, satu jam kemudian atau semenit kemudian. Sebagai manusia,
kita hanya bisa berusaha, berikhtiar, berdoa disertai dengan tawakal kepada
Allah SWT. Dalam berusaha untuk mencapai apa yang kita inginkan, sebaiknya kita
berusaha dan ikhtiar sebaik mungkin, namun tetap menyerahkan segala hasil dari
usaha yang kita lakukan kepada Allah SWT. Karena Allah SWT lah yang berhak menentukan,
Allah SWT Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Allah SWT Maha tahu apa yang
paling baik dan paling cocok untuk kita. Namun ingat, bahwa Allah tidak akan memberikan beban yang akan
menyulitkan hamba-Nya. Saat kita sedang dalam keadaaan tidak kuat inilah
kita harus ingat dan kita harus yakin, bahwa
“Allah tidak akan membebani seseorang di
luar batas kesanggupannya”. (Q.S.Al Baqarah : 286).
0 komentar:
Posting Komentar