Selasa, 17 Mei 2016

aplikasi komputer_ALLAH, APA KATA-MU



“ALLAH, APA KATA-MU”
Bagi banyak orang, manusia adalah satu-satunya yang menentukan masa depan dan langkah hidupnya sendiri. Bagi banyak orang, segala sesuatu adalah murni rasionalisme dari sebuah kehidupan. Kehidupan adalah ladang untuk menemukan segala pemecahan masalah yang ada melalui kekuatan rasional. Namun, pandangan tersebut merupakan pandangan yang sangat keliru.pandanagan tersebut seolah-olah mengabaikan eksistensi DzatYang Maha Kuasa, Maha Berkehendak,dan Maha Merajai Segalanya, Dialah Allah SWT.
Sifat iradah suatu sifat yang qadim lagi azali yang berdiri pada zat Allah ta'ala. Dengan sifat ini Allah ta'ala menghendaki pada menentukan segala yang mumkin (sesuatu yang mungkin ada atau tiada, yang hidup atau mati). Allah yang menghendaki semua kejadian yang telah berlaku, sedang berlaku, atau akan berlaku. Jelasnya iradah adalah kemahuan untuk menentukan sesuatu perkara. Manakala Qudrah (kuasa) yang menentukan iradah (kehendak atau kemahuan) berlaku atau terjadi.
Manusia juga mempunyai kehendak (kemahuan dan keinginan), namun tidak semua kehendak tercapai. Hanya apabila kehendak itu diizinkan Allah dengan iradah-Nya barulah kehendak manusia itu menjadi kenyataan. Allah SWT, berfirman:
وَرَبُّكَ يَخۡلُقُ مَا يَشَآءُ وَيَخۡتَارُ‌ۗ


Dan Tuhanmu menjadikan apa yang ia mahu dan yang ia kehendaki”. (Q.S. al Qasas : 68)

Terkadang banyak jalan yang terbuka di hadapan kita. Banyak pertanyaan dan pertimbangan yang mungkin kita miliki. Tetapi, Allah Maha Tahu, Firman Allah berkata bahwa sekalipun ada banyak pertanyaan, Dia tahu bagaimana memimpin hidup kita. Diatahu apa yang lebih baikuntuk kita,bahkanDia tahu segalasesuatuyangberkenaan dengan kita. Manusia memiliki berbagai rancangan dan pemikiran yang seakan benar di matanya, pada akhirnya kehendak Tuhanlah yang akan terlaksana. Allahlah yang menuntun langkah hidup kita dan yang menguji hati kita.
Mungkin kita sering berfikir bahkan menyesali terhadap apa yangterjadi pada hidup ini padahal pilihan tersebut berasal dari kita sendiri. Kadang kita mengeluh dan tidak menyukai ketetapan-Nya yang tidak sesuai dengan keinginan kita.  Perhatikanlah dengan seksama firman Allah SWT berikut ini:
 …. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Q.S. Al Baqarah : 216)
Dan perhatikan juga firman Allah SWT yang lain: ”.…..karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Q.S. An Nissa : 19)
Perhatikan juga sabda Rasulullah SAW berikut ini: “Sungguh, amat mengagumkan keadaan orang mukmin  itu, karena semua urusannya itu baik baginya. Bila ia mendapat  nikmat (kebahagiaan), dia bersyukur, maka itu menjadi kebaikan baginya. Dan bila ditimpah musibah, dia bersabar, maka itu menjadi kebaikan baginya.” (HR. Muslim). 
 Allah menjaga jiwa kita dan menguji hati kita. Kita mungkin saja tidak tahu tentang sesuatu, tetapi Dia mengetahuinya. Allah mengetahui segala sesuatu yang mungkin telah menyedihkan atau melukai hati kita. Daripada menyalahkan diri sendiri atas keputusan-keputusan yang telah kita ambil di masa lalu atau merasa tertekan dengan keputusan-keputusan yang harus kita ambil di masa depan, marilah kita membuka hati kita kepada-Nya, memercayakan hidup kita kepada-Nya, karena Dia tahu bagaimana menuntun hidup kita.
Dalam kehidupan ini, terkadang seorang hamba didera berbagai derita. Tak jarang hatinya dilanda beragam perasaan yang mengusik hati, menyiksa jiwa dan membuat hidupnya menjadi keruh dan sempit. Ada tiga jenis perasaan yang mengganggu jiwa seorang manusia; pertama huzn (kesedihan terhadap apa yang terjadi di masa lalu), kedua hamm (keresahan lantaran kekhawatiran akan masa depan) dan ketiga ghamm (perasaan gundah saat menghadapi kenyataan yang sulit yang tengah dihadapi sekarang).
Tiga perasaan ini tak bisa lenyap dari jiwa seseorang kecuali melalui ketulusan penuh untuk kembali kepada Allah, kesempurnaan perasaan hina di hadapan-Nya, kerendahan hati kepada-Nya, ketundukan dan kepasrahan terhadap perintah-Nya, percaya akan ketentuan-Nya, mengenal-Nya dan mengenal asma-asma dan sifat-sifat-Nya, percaya kepada kitab-Nya, selalu membaca dan merenungi serta mengamalkan segala kandungannya. Dengan itu semua (bukan dengan yang lain) segala kekacauan hati itu akan sirna, dada menjadi lapang, dan kebahagiaan pun akan datang.
Dalam Musnad Ahmad dan Shahih Ibni Hibban serta lainnya, ‘Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi bersabda, “Tidaklah seorang hamba mengucapkan doa berikut (ini) tatkala ia didera keresahan atau kesedihan melainkan Allah pasti akan menghilangkan keresahannya dan akan menggantikan kesedihannya dengan kegembiraan. Para Sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sudah seharusnya kami mempelajari doa tersebut. Rasulullah menjawab, “Benar. Sudah seharusnya orang yang mendengarnya mau mempelajarinya”. Do’a tersebut adalah sebagai berikut "Ya Allah, sungguh aku ini adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu, anak dari hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di tangan-Mu, ketentuan-Mu berlaku pada diriku, keputusan-Mu adil terhadapku, Aku memohon kepada-Mu dengan semua nama yang merupakan milik-Mu, nama yang engkau lekatkan sendiri untuk menamai diri-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang di antara hamba-Mu, atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang Engkau khususkan untuk diri-Mu dalam ilmu gaib di sisi-Mu, agar engkau menjadikan al-Qur’an sebagai penyejuk hatiku, cahaya dadaku, penghilang kesedihanku dan pelenyap keresahanku”.
Ungkapan dalam doa “ketentuan-Mu berlaku atas diriku” ini mencakup dua ketentuan,yaitu ketentuan dalam agama dan ketentuan takdir berkenaan dengan semesta. Dua ketentuan ini akan berlaku pada diri hamba, ia terima ataupun tolak. Hanya saja ketentuan takdir tidak mungkin untuk dilawan. Sedangkan ketentuan agama terkadang dilanggar oleh seorang hamba dan ia terancam mendapatkan hukuman siksa sesuai dengan pelanggaran yang ia lakukan.
Ungkapan “keputusan-Mu terhadapku adil semata”, ini mencakup semua keputusan Allah terhadap hamba-Nya dari segala sisi, baik, buruk, sehat atau sakit, kaya atau miskin, rasa nikmat atau rasa nyeri, hidup atau mati, mendapat siksa atau mendapat ampun; semua yang Allah putuskan terhadap hamba itu adalah adil semata.
Kehendak dan kuasa Allah tidaklah terlepas dari ikhtiar atau usaha. Ikhtiar atau usaha  adalah segala upaya yang dilakukan oleh manusia dengan memanfaatkan segenap potensi yang ada dalam dirinya secara maksimal untuk mencapai atau mengejar apa yang ia inginkan, apa yang ia angankan, apa yang ia impikan. Sebuah usaha yang benar-benar bertumpu pada potensi dan kemampuan yang dianugerahkan pada tiap manusia.
Selain itu, kehendak dan kuasa Allah juga tidak terlepas dari tawakkal seorang hamba atau seringkali diwujudkan dalam bentuk doa adalah sebuah kesadaran dalam jiwa manusia akan adanya kekuatan Segala Maha di luar kemampuan dan potensi dirinya yang sangat menentukan bagi pencapaian dirinya. Tawakkal adalah wujud lain dari kesadaran terdalam dalam jiwa manusia bahwa ia bukanlah apa-apa, bahwa apapun yang ia lakukan tidak bisa dilepaskan dari perkenan Sang Maha Segala. Sebuah kesadaran untuk menggantungkan segala harapan dan impian pada Kekuatan yang Maha Melingkupi Segala.
Konsep Ikhtiar dan Tawakkal juga merupakan sebuah pencerminan dari peran manusia di dunia, yakni sebagai khalifah (wakil Tuhan di bumi) sekaligus sebagai hamba. Ikhtiar adalah bentuk lain dari kesadaran manusia akan potensi diri yang memungkinkannya untuk merencanakan, mengejar, dan mengangankan sesuatu. Sebuah keniscayaan bagi makhluk yang harus berperan sebagai wakil Tuhan di dunia untuk merawat, menjaga, dan melestarikan alam semesta. Sedang tawakkal adalah kesadaran terdalam jiwa manusia bahwa ia merupakan ‘percikan’ ruh Tuhan, sehingga ia selalu merindukan kembali kepada Tuhan, selalu merasakan kebutuhan untuk menggantungkan segala urusan kepada Sumber Asal Cahaya yang memercik di dirinya.
Kita harus menyadari bahwa hidup kita kadang berada di atas dan kadang berada di bawah. Dalam hidup ini, kadang kita bisa meraih apa yang kita inginkan, dan kadang kita tidak bisa meraihnya.  Kadang berhasil dan kadang mengalami kegagalan. Tidak ada seorang pun manusia yang tahu apa yang akan terjadi pada dirinya esok hari, satu jam kemudian atau semenit kemudian. Sebagai manusia, kita hanya bisa berusaha, berikhtiar, berdoa disertai dengan tawakal kepada Allah SWT. Dalam berusaha untuk mencapai apa yang kita inginkan, sebaiknya kita berusaha dan ikhtiar sebaik mungkin, namun tetap menyerahkan segala hasil dari usaha yang kita lakukan kepada Allah SWT. Karena Allah SWT lah yang berhak menentukan, Allah SWT  Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Allah SWT Maha tahu apa yang paling baik dan paling cocok untuk kita. Namun ingat, bahwa Allah tidak akan memberikan beban yang akan menyulitkan hamba-Nya. Saat kita sedang dalam keadaaan tidak kuat inilah kita harus ingat dan kita harus yakin, bahwa Allah tidak akan membebani  seseorang di luar batas kesanggupannya”.  (Q.S.Al Baqarah : 286).

0 komentar:

Posting Komentar