“Ma’had al-Jami’ah, Senin, 23 Mei 206”
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj
Nabi Muhammad SAW
Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa
terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah kehidupan manusia, yaitu dimana
seorang manusia dipertemukan
langsung dengan Penciptanya. Peristiwa tersebut hanya dianugerahkan
Allah SWT kepada baginda Nabi Besar
Muhammad SAW. Perjalanan
isra’ dan mi’raj merupakan perjalanan yang penuh berkah yang menunjukkan betapa
Maha Kuasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bagaimana seorang hamba (Nabi Muhammad SAW) bersama ruh dan
jasadnya menempuh jarak ribuan bahkan jutaan kilometer hanya dalam satu malam
saja. Dan dalam perjalanan yang sedemikian cepat tersebut, Allah kuasakan Nabi
Muhammad mampu melihat keadaan sekitar yang beliau lewati, baik kejadian atau
keadaan saat isra’ maupun mi’raj.
Imam
as-Suyuthi adalah di antara ulama yang menjelaskan beberapa hikmah perjalanan
isra’ dan mi’raj.
Beliau mengatakan tentang hikmah perjalanan isra’ dilakukan di malam hari karena malam
hari adalah waktu yang tenang menyendiri dan waktu yang khusus. Itulah waktu
shalat yang diwajibkan atas Nabi, sebagaimana dalam firman-Nya dalam qur’an suratal-Muzzamil ayat 2: “Berdirilah shalat
di malam hari” (as-Suyuthi, al-Khasha-is an-Nabawiyah al-Kubra,
Hal: 391-392).
Abu Muhammad
bin Abi Hamzah mengatakan, “Hikmah perjalanan isra’ menuju Baitul Maqdis
sebelum naik ke langit adalah untuk menampakkan kebenaran terjadinya peristiwa
ini dan membantah orang-orang yang ingin mendustakannya. Apabila perjalanan
isra dari Mekah langsung menuju langit, maka sulit dilakukan penjelasan dan
pembuktian kepada orang-orang yang mengingkari peristiwa ini. Ketika dikatakan
bahwa Nabi Muhammad memulai perjalanan isra ke Baitul Maqdis, orang-orang yang
hendak mengingkari pun bertanya tentang ciri-ciri Baitul Maqdis sebagaimana
yang pernah mereka lihat, dan mereka pun tahu bahwa Nabi Muhammad belum pernah
melihatnya. Saat Rasulullah mengabarkan ciri-cirinya, mereka sadar bahwa
peristiwa isra di malam itu benar-benar terjadi. Kalau mereka membenarkan apa
yang beliau katakan tentang isra konsekuensinya mereka juga harus membenarkan
kabar-kabar yang datang sebelumnya (risalah kenabian). Peristiwa itu menambah
iman orang-orang yang beriman dan membuat orang-orang yang celaka bertambah
keras bantahannya (Ibnu Hajar, Fathul Bari, 7: 200-201).
Peristiwa isra dan mi’raj adalah peristiwa yang menuai banyak kontrofersi,
terutama bagi kalangan masyarakat kafir yang tidak menyukai akan dakwah Nabi
Muhammad SAW. Mereka beranggapan bahwa Nabi Muhammad adalah orang yang suka
mengada-ngada, sehingga sulit bagi orang-orang kafir untuk mempercayai bahwa
peristiwa isra’ mi’raj itu benar adanya. Ditengah ketidak percayaan kaum kafir
tersebut, muncullah sesosok sahabat yang amat sangat mempercayai akan peristiwa
tersebut, beliau adalah Abu Bakr r.a. Oleh karena itu, Nabi Muhammad memberikan
julukan terkhusus untuk beliau yaitu as-Shidiq (benar) sehingga nama beliau
menjadi Abu Bakr as-Shidiq.
Peristiwa tersebut terjadi pada suatu malam Nabi Muhammad SAW
berada di Hijir Ismail dekat Ka'bah al Musyarrofah, saat itu beliau berbaring
diantara paman beliau, Sayyiduna Hamzah dan sepupu beliau, Sayyiduna Ja’far bin Abi
Thalib, tiba-tiba Malaikat Jibril, Mikail dan Israfil menghampiri beliau lalu
membawa beliau ke arah sumur zamzam, setibanya di sana kemudian mereka
merebahkan tubuh Rasulullah yang kemudian Jibril as membelah dada beliau yang
mulya sampai di bawah perut beliau, lalu Jibril berkata kepada Mikail: "Datangkan
kepadaku nampan dengan air zam-zam agar aku bersihkan hatinya dan aku lapangkan
dadanya". Pembedahan
menjelang Isra ini merupakan pembedahan keempat kalinya; yang pertama ketika
beliau masih menyusu pada Siti Halimah Sa’diyah, yang kedua ketika usia baligh,
yang ketiga ketika diangkat menjadi utusan (rasul), dan keempat ketika akan
diisrakan.
Kemudian Jibril AS mengeluarkan hati
beliau yang mulia lalu mencucinya tiga
kali, kemudian didatangkan satu nampan emas dipenuhi hikmah dan keimanan,
kemudian dituangkan ke dalam hati beliau, maka penuhlah hati itu dengan
kesabaran, keyakinan, ilmu dan kepasrahan penuh kepada Allah, lalu ditutup
kembali oleh Jibril AS.
Dan perlu diketahui bahwa penyucian
ini bukan berarti hati Nabi kotor, tidak, justru Nabi sudah diciptakan oleh
Allah dengan hati yang paling suci dan mulia, hal ini tidak lain untuk menambah
kebersihan diatas kebersihan, kesucian diatas kesucian, dan untuk lebih
memantapkan dan menguatkan hati beliau, karena akan melakukan suatu perjalanan
maha dahsyat dan penuh hikmah serta sebagai kesiapan untuk berjumpa dengan
Allah SWT.
Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi
mengatakan di dalam kitab Simtudduror: “Mereka membaringkannya dengan
hati-hati, Lalu membelah dadanya dengan lemah lembut, Dan mengeluarkan apa yang
mereka keluarkan, Lalu menyimpankan rahasia ilmu dan hikmah ke dalamnya, Tiada
suatu kotoran menganggu yang dikeluarkan malaikat dari hatinya, Tapi mereka
hanya menambahkan Kesucian di atas kesucian…”
Dalam syarahannya mengenai hadis
Isra dan Mi’raj pada kitab At-Taajul Jaami’lil Ushuul fi Ahaadiitsir Rasuul,
Syeikh Manshur Ali Nashif menulis: “Sesudah itu mereka (para malaikat)
mendatangkan kepada Rasululah seekor hewan putih lebih kecil dari baghal tetapi
lebih besar dari keledai, yaitu hewan Buraq. Buraq tersebut dahulunya sering dinaiki oleh para nabi sebelum Nabi Muhammad
saw. Buroq adalah hewan yang besarnya lebih tinggi dari keledai tetapi lebih
rendah dari baghal; warna kulitnya putih dan mempunyai dua sayap yang ada di
sebelah kanan dan kirinya. Sekali lompat dapat mencapai sejauh matanya
memandang; apabila turun kedua kaki depannya memanjang, dan apabila naik kedua
kaki belakangnya memanjang, sehingga punggungnya tetap stabil. Nabi SAW menaikinya lalu terbang dengan diiringi oleh Malaikat Jibril dan Malaikat
Mikail. Mereka terus melaju, mengarungi alam
ciptaan Allah SWT yang penuh keajaiban dan hikmah dengan Inayah dan Rahmat-Nya”.
Isra Mi’raj Nabi Muhammad saw, maka
tampaklah sebuah kenyataan bahwa perjalanan itu merupakan perjalanan menuju
tempat-tempat yang berkah, menemui manusia-manusia yang berkah dan kemudian
bertemu dengan sumber segala keberkahan, yaitu Allah yang Maha Kuasa. Allah
berfirman:
سُبْحَانَ
الَّذِيْ أَسْـرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِنَ الْمَسْــجِدِ الْحَرَامِ إِلَى
الْمَسْـجِدِ الأَقْصى الَّــذِيْ بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا
، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ .
“Maha suci
Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil
Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami BERKAHI sekelilingnya agar Kami
perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya
Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (Q.S. Al-Isra’ :1)
Nabi Muhammad SAW, berangkat dari
Mekah, kota yang penuh berkah, menuju Masjidil Aqsha yang penuh berkah dan
sebelumnya juga singgah di tempat-tempat yang berkah. Dalam sebuah Hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Nasa’i, Rasulullah saw bersabda:
“Aku diberi seekor hewan yang lebih
tinggi dari keledai dan lebih rendah dari baghal. Langkah hewan itu sejauh pandangannya.
Aku menungganginya, dan Jibril AS
mendampingiku. Aku pun pergi. Di sebuah tempat Jibril berkata, “Turunlah,
shalatlah di sini.” Aku pun turun dan shalat. Setelah itu Jibril berkata,
“Tahukah di mana engkau tadi shalat?” Engkau tadi shalat di Thaibah (Madinah),
di sanalah tempat hijrahmu.” (Setelah melanjutkan perjalanan) Jibril berkata,
“Turunlah di sini dan shalatlah.” Aku pun melaksanakan permintaannya. Setelah
itu Jibril berkata, “Tahukah di mana engkau tadi shalat? Engkau shalat di
Thursina, di mana Allah ‘Azza wa Jalla berbicara kepada Musa AS.” (Setelah melanjutkan perjalanan) Jibril berkata, “Turunlah di sini dan
shalatlah.” Aku pun turun dan shalat. Setelah itu Jibril berkata, “Tahukah di
mana engkau tadi shalat? Engkau shalat di Bethlehem, tempat kelahiran Isa AS.” Setelah itu aku memasuki Baitul Maqdis, di sana semua Nabi AS dikumpulkan untuk (bertemu dengan)ku. Jibril kemudian membawaku ke depan
(untuk menjadi imam). Aku pun lalu mengimami mereka”. (H.R. Nasa’i)
Persinggahan Isra’ Rasulullah
diantaranya adalah Thaibah yakni Kota Madinah yang memiliki banyak keberkahan.
Kota inilah pelabuhan hijrah Nabi Muhammad saw beserta para sahabat. Dari kota
inilah cahaya Islam menyebar ke seluruh penjuru dunia. Dari sekian banyak
keberkahan, keberkahan terbesar Madinah adalah bersemayamnya Nabi Muhammad saw
di sana. Tidak ada tanah yang lebih mulia dari tanah yang di dalamnya terdapat
tubuh manusai yang paling bertakwa, yang paling mulia, yang paling dicintai
Allah yaitu baginda Rasulullah saw.
Kemudian persinggahan Isra berikutny
adalah Bethlehem tempat dimana Nabiyallah Isa as dilahirkan. Dimana pun Nabi
Isa as berada, senantiasa membawa keberkahan bagi penduduk sekitarnya. Nabi Isa
sendiri telah menyatakan bahwa diri beliau diberkati, Allah mewahyukan: “Dan
DIA menjadikan Aku seorang yang diberkati dimana pun aku berada.” (Q.S. Maryam
:31)
Ketika menjelaskan ayat ini, Syeikh
Abdul Qadir Al-Jailani ra berkata: “Di antara keberkahan Nabi Isa as adalah
berbuahnya pohon kurma untuk ibu beliau Ash-Shiddiqiyyah Maryam as. Kemudian,
munculnya air dari bawah pohon kurma itu. Kejadian ini tiada lain adalah di
Bethlehem tempat di mana Nabi Isa as dilahirkan”.
Allah Azza Wa jalla berfirman: “Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah:
“Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak
sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya
pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum
dan bersenang hatilah kamu.” (Q.S. Maryam :24-26)
Setelah singgah di tempat-tempat yang
berkah, barulah Nabi saw berangkat menuju Masjidil Aqsha yang disekelilingnya
diberkati Allah. Para ulama menjelaskan bahwa daerah sekitar masjidil Aqsha
dikatakan berkah karena dua hal, pertama adalah karena tanahnya subur dan kaya
akan hasil bumi. Kedua, karena begitu banyak Nabi dan orang-orang saleh yang
dimakamkan di sana.
Dibalik peristiwa Isra’ dan Mi’raj
ini Allah ingin memberitahukan kepada kita bahwa napak tilas para Nabi, rasul
dan kaum sholihin adalah tempat-tempat yang mulia, kita tidak boleh
melupakannya begitu saja. Di sana terdapat banyak keberkahan yang dapat kita
peroleh. Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw dalam Isra Mi’raj di atas,
maka seyogyanya kita juga melakukan perjalanan ibadah ke tempat-tempat
bersejarah Islam, napak tilas para Nabi dan kaum sholihin. Semoga sunnah Nabi
saw ini dapat kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Demikianlah perjalanan ditempuh oleh
beliau SAW dengan ditemani Jibril dan Mikail, begitu banyak keajaiban dan
hikmah yang beliau temui dalam perjalanan itu sampai akhirnya beliau berhenti
di Baitul Maqdis (Masjid al Aqsho). Beliau turun dari Buraq lalu mengikatnya
pada salah satu sisi pintu masjid, yakni tempat dimana biasanya Para Nabi
mengikat buraq di sana. Kemudian beliau masuk ke dalam masjid bersama Jibril
AS, masing-masing sholat dua rakaat. Setelah itu sekejab mata tiba-tiba masjid
sudah penuh dengan sekelompok manusia, ternyata mereka adalah para Nabi yang
diutus oleh Allah SWT. Diantara jamaah para nabi tersebut Nabi saw melihat Nabi
Musa as sedang shalat, yang ternyata ia berbadan kurus dan berambut keriting,
seakan-akan seseorang dari kalangan Bani Syanu’ah. Beliau pun melihat Nabi Isa
Ibnu Maryam as sedang shalat, orang yang paling mirip dengannya ialah ‘Urwah
ibnu Mas’ud Ats-Tsaqafi. Beliau juga melihat Nabi Ibrahim as sedang shalat dan
orang yang paling mirip dengannya ialah beliau sendiri. Kemudian dikumandangkan
adzan dan iqamah, lantas mereka berdiri bershof-shof menunggu siapakah yang
akan mengimami mereka, kemudian Jibril AS memegang tangan Rasulullah SAW lalu
menyuruh beliau untuk maju, kemudian mereka semua sholat dua rakaat dengan
Rasulullah sebagai imam. Hal ini mengisyaratkan bahwa Nabi Muhammad saw lebih
utama dan lebih mulia daripada mereka di sisi Allah. Beliaulah Imam (Pemimpin)
para Anbiya' dan Mursalin. Ketika beliau saw selesai dari shalat, tiba-tiba ada
seseorang mengatakan, “Hai Muhammad, ini adalah Malaikat malik penjaga pintu
neraka, ucapkanlah salam kepadanya”. Aku menoleh dan ternyata dialah yang
memulai bersalam kepadaku.
Kemudian setelah beliau
menyempurnakan segalanya, -- Syeikh Manshur menjelaskan – lalu dipasang untuk
beliau Mi’raj, yaitu berupa tangga yang memiliki tingkatan-tingkatan sesuai
dengan jumlah lapisan langit. Barangsiapa yang menaiki satu derajat dari Mi’raj
itu, maka Mi’raj akan membawanya naik ke tingkatan yang selanjutnya lebih cepat
dari sekejap mata sampai akhirnya beliau SAW berjumpa dengan Allah dan
berbicara dengan-Nya, yang intinya adalah beliau dan umat ini mendapat perintah
sholat lima waktu. Sungguh merupakan nikmat dan anugerah yang luar biasa bagi
umat ini, di mana Allah SWT memanggil Nabi-Nya secara langsung untuk memberikan
dan menentukan perintah ibadah yang sangat mulia ini. Cukup
kiranya hal ini sebagai kemuliaan ibadah sholat. Sebab ibadah lainnya
diperintah hanya dengan turunnya wahyu kepada beliau, namun tidak dengan ibadah
sholat, Allah memanggil Hamba yang paling dicintainya yakni Nabi Muhammad SAW
ke hadirat Nya untuk menerima perintah ini.
Ketika beliau dan Jibril sampai di
depan pintu langit dunia (langit pertama), ternyata disana berdiri malaikat
yang bernama Ismail, malaikat ini tidak pernah naik ke langit atasnya dan tidak
pernah pula turun ke bumi kecuali disaat wafatnya Rasulullah SAW, dia memimpin
70 ribu tentara dari malaikat, yang masing-masing malaikat ini membawahi 70
ribu malaikat pula. Jibril meminta izin agar pintu langit pertama dibuka, maka
malaikat yang menjaga bertanya:
"Siapakah ini?"
"Siapakah ini?"
Jibril menjawab: "Aku Jibril."
Malaikat itu bertanya lagi: "Siapakah yang bersamamu?".
Jibril menjawab: "Muhammad saw."
Malaikat bertanya lagi: "Apakah beliau telah
diutus (diperintah)?"
Jibril menjawab: "Benar".
Setelah mengetahui kedatangan
Rasulullah malaikat yang bermukim disana menyambut dan memuji beliau dengan
berkata: "Selamat
datang, semoga keselamatan menyertai anda wahai saudara dan pemimpin, andalah
sebaik-baik saudara dan pemimpin serta paling utamanya makhluk yang
datang".
Fahamlah kita dari ucapan ini, tidak
ada satupun makhluk yang lebih mulia menginjak langit pertama melebihi
Sayyidina Muhammad
shallallahu 'alaihi wasallam
Maka dibukalah pintu langit dunia ini. Setelah memasukinya beliau bertemu Nabi Adam dengan bentuk dan postur sebagaimana pertama kali Allah menciptakannya. Nabi saw bersalam kepadanya, Nabi Adam menjawab salam beliau seraya berkata: "Selamat datang wahai anakku yang sholeh dan nabi yang sholeh".
Maka dibukalah pintu langit dunia ini. Setelah memasukinya beliau bertemu Nabi Adam dengan bentuk dan postur sebagaimana pertama kali Allah menciptakannya. Nabi saw bersalam kepadanya, Nabi Adam menjawab salam beliau seraya berkata: "Selamat datang wahai anakku yang sholeh dan nabi yang sholeh".
Di kedua sisi Nabi Adam terdapat dua
kelompok, jika melihat ke arah kanannya, beliau tersenyum dan berseri-seri,
tapi jika memandang kelompok di sebelah kirinya, beliau menangis dan bersedih.
Kemudian Jibril AS menjelaskan kepada Rasulullah, bahwa kelompok disebelah
kanan Nabi Adam adalah anak cucunya yang bakal menjadi penghuni surga sedang
yang di kirinya adalah calon penghuni neraka.
Kemudian beliau naik ke langit
kedua, seperti sebelumnya malaikat penjaga bertanya seperti pertanyaan di
langit pertama. Akhirnya disambut kedatangan beliau SAW dan Jibril AS seperti
sambutan sebelumnya. Di langit ini beliau berjumpa Nabi Isa bin Maryam dan Nabi
Yahya bin Zakariya, keduanya hampir serupa baju dan gaya rambutnya.
Nabi saw menyifati Nabi Isa bahwa dia berpostur sedang, putih kemerah-merahan warna kulitnya, rambutnya lepas terurai seakan-akan baru keluar dari hammam, karena kebersihan tubuhnya. Nabi bersalam kepada keduanya, dan dijawab salam beliau disertai sambutan: "Selamat datang wahai saudaraku yang sholeh dan nabi yang sholeh".
Nabi saw menyifati Nabi Isa bahwa dia berpostur sedang, putih kemerah-merahan warna kulitnya, rambutnya lepas terurai seakan-akan baru keluar dari hammam, karena kebersihan tubuhnya. Nabi bersalam kepada keduanya, dan dijawab salam beliau disertai sambutan: "Selamat datang wahai saudaraku yang sholeh dan nabi yang sholeh".
Kemudian tiba saatnya beliau
melanjutkan ke langit ketiga, setelah disambut baik oleh para malaikat, beliau
berjumpa dengan Nabi Yusuf bin Ya'kub. Beliau bersalam kepadanya dan dibalas
dengan salam yang sama seperti salamnya Nabi Isa. Nabi
berkomentar: "Sungguh dia telah diberikan separuh ketampanan".
Dalam riwayat lain, beliau bersabda: "Dialah paling indahnya manusia
yang diciptakan Allah, dia telah mengungguli ketampanan manusia lain ibarat
cahaya bulan purnama mengalahkan cahaya seluruh bintang".
Ketika tiba di langit keempat,
beliau berjumpa Nabi Idris AS. Kembali beliau mendapat jawaban salam dan doa
yang sama seperti Nabi-Nabi sebelumnya. Di langit
kelima, beliau berjumpa Nabi Harun bin ‘Imran AS, separuh janggutnya hitam dan
seperuhnya lagi putih (karena uban), lebat dan panjang.
Pada tahapan langit keenam inilah
beliau berjumpa dengan Nabi Musa AS, seorang nabi dengan postur tubuh tinggi,
putih kemerah-merahan kulit beliau. Nabi saw bersalam kepadanya dan dijawab
oleh beliau disertai dengan doa. Setelah itu Nabi Musa berkata: "Manusia
mengaku bahwa aku adalah paling mulianya manusia di sisi Allah, padahal dia
(Rasulullah saw) lebih mulia di sisi Allah daripada aku".
Setelah Rasulullah melewati Nabi
Musa, beliau menangis. Kemudian ditanya akan hal tersebut. Beliau menjawab: "Aku
menangis karena seorang pemuda yang diutus jauh setelah aku, tapi umatnya lebih
banyak masuk surga daripada umatku".
Kemudian Rasulullah saw memasuki
langit ketujuh, di sana beliau berjumpa Nabi Ibrahim AS sedang duduk di atas
kursi dari emas di sisi pintu surga sambil menyandarkan punggungnya pada Baitul
Makmur. Setelah Rasulullah bersalam dan dijawab dengan salam dan doa serta
sambutan yang baik, Nabi Ibrahim berpesan: "Perintahkanlah umatmu untuk
banyak menanam tanaman surga, sungguh tanah surga sangat baik dan sangat
luas". Rasulullah bertanya: "Apakah tanaman surga itu?",
Nabi Ibrahim menjawab: "(Dzikir) Laa haula wa laa quwwata illa billahil
‘aliyyil ‘adziim".
Dalam riwayat lain beliau berkata: "Sampaikan
salamku kepada umatmu, beritakanlah kepada mereka bahwa surga sungguh sangat
indah tanahnya, tawar airnya dan tanaman surgawi adalah Subhanallah wal hamdu
lillah wa laa ilaaha illallah wallahu akbar".
Lantas Rasul berkata setelah itu aku
di naikkan ke Baitul Ma’mur yang tempatnya tepat berada diatas Ka’bah, lantas
aku berkata pada Jibril, “apa ini wahai Jibril?”
Jibril berkata : “ini Baitul Ma’mur, 70 ribu malaikat shalat setiap harinya dan keluar dari Baitul Ma’mur 70 ribu dan tidak pernah kembali lagi terus keluar 70 ribu tepat diatas ka’bah al Musyarrafah tempatnya”.
Jibril berkata : “ini Baitul Ma’mur, 70 ribu malaikat shalat setiap harinya dan keluar dari Baitul Ma’mur 70 ribu dan tidak pernah kembali lagi terus keluar 70 ribu tepat diatas ka’bah al Musyarrafah tempatnya”.
Lantas Rasul saw dinaikan lagi sampai
mendengar lauhul mahfud (ketentuan takdir) sampai ia mendengar yaitu
keputusan-keputusan Allah swt lantas setelah itu diperintah untuk menghadap
langsung kepada Allah swt, Jibril berhenti tidak meneruskan menemani lagi,
karena dalam riwayat yang lainya Jibril berkata : “aku tidak mampu terus
menghadap kepada Allah karena tidak diizinkan untuk menghadap, hanya engkau
yang diizinkan untuk menghadap, kalau aku naik aku akan hancur terbakar dengan
cahaya hijab, dari hijabnya Allah swt, cahaya dari 70 ribu tabir cahaya yang
menutupi makhluk dengan Al Khaliq, jika sampai aku ke hijab itu aku akan
terbakar”. Tujuh puluh ribu tabir terbuka untuk Sayyidina Muhammad saw,
saat itulah beliau berjumpa dengan Allah subhanahu wata'ala.
Diantara sekian banyak rahasia didalam
mi’raj diantaranya adalah ucapan para penyair bahwa ketika Nabi Musa a.s
menghadap Allah Swt di Bukit Tursina, maka disaat itu diperintahkan kepada Musa
: “lepas kedua
sandal mu wahai Musa kau berada di lembah yang suci.” (Q.S. Thaahaa: 12).
Maka disaat Rasulullah saw Mi’raj
naik ke hadhratullah tidak diperintah membuka kedua sandalnya, maka berkata
para penyair dalam syairnya manakah yang lebih mulia sandal atau Jibril as,
jibril tidak bisa naik kehadhratullah tapi sandalnya Rasulullah naik ke
hadhratullah swt, tentu jibril as lebih mulia dari sandal, sandal hanya terbuat
dari kulit kambing tapi karena sandal terikat dengan kaki Sayyidina Muhammad
saw walaupun terbuat dari kulit kambing karena terikat dengan kaki Rasulullah
saw, demikian pakaian Rasulullah saw naik ke hadirat Allah swt, tidak
diperintah membuka kedua sandalnya sebagai tanda bahwa orang-orang yang terikat
hatinya dengan Rasulullah saw sangat dekat dengan Allah swt, Allah tidak
perintahkan semua yang bersama Rasul untuk berpisah, bahkan sandalnya pun tidak
diperintahkan dibuka menunjukkan lebih lagi hatinya yang terikat cinta pada
Sayyidina Muhammad saw, mereka mendapatkan rahasia kemuliaan isra’ wal mi’raj,
seluruh ummat beliau buktinya, saat kita shalat kita mengulang kembali kalimat
percakapan Allah dengan Nabi Muhammad saw: yaitu : “attahiyyatul
Mubaarakaatu….”.
Diriwayatkah didalam Assyifa oleh
Hujjatul Islam Al Qadhi’iyad rah. bahwa di saat itu Rasul shallallahu 'alaihi
wasallam menceritakan : “Saat aku naik menuju Mi’raj aku melihat dilangit
itu para malaikat gemuruh dengan dzikir dan tasbih dan warna dan bentuk yang
belum pernah aku lihat di permukaan bumi ada warna seperti itu dan bentuk
seperti itu dan kulihat hamparan surga itu bentangan tanahnya adalah Misk yang
di keringkan, minyak wangi yang mengering dari indahnya di campur dengan
berlian dan juga mutiara dan kemudian aku sampai ketika menembus Muntahal
khalai’iq (batas akhir seluruh Makhluk) tidak lagi kudengar satu suarapun, sepi
dan senyap, tidak ada lagi bentuk dan warna warni dan saat itu akupun mendengar
satu suara : “mendekat, mendekat wahai Muhammad, tenangkan dirimu dari
ketakutanmu wahai Muhammad”. Maka
beliau pun bersujud lalu berkata : Attahiyyatul Mubaarakaatusshalawaatutthayyibaatu
lillah“ (Rahasia keluhuran, kebahagiaan, kemuliaan, keberkahan, milik Allah
dan untuk Allah subhanahu wata'ala). Maka aku mendengar jawaban ucapan Rasul : “Assalaamu
alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh”, (Salam sejahtera wahai
Nabi dan Rahmatnya Allah, dan keberkahannya). Maka aku menjawab : “Assalaamu
alaina, wa alaa ibaadillahisshaalihiin” (Salam sejahtera bagi kami (yaitu
aku dan ummatku), dan hamba hamba yang shalih (yaitu para nabi dan malaikat).
Beliau tidak mau mengambil rahasia
salam sejahtera dari Allah sendiri, tapi ingin menyertakan Ummat Beliau
shallallahu 'alaihi wasallam dengan ucapan : “salam sejahtera untuk kami dan
para hamba Allah yang Shaleh yaitu para malaikat dan para Rasul dan Nabi” Demikian
sebagian ulama menjelaskan.
Perintah shalat pertama kali
diwajibkannya adalah 50 waktu, lantas beliau turun berjumpa dengan Nabiyallah
Musa As, “apa yang dikatakan Tuhanmu?” lantas Nabi menjawab: “aku di
berikan hadiah untuk membawa shalat 50 waktu”. Kemudian Nabu Musa berkata:
“baliklah..!, bani Israil tidak mampu melakukan 50 waktu apalagi ummatmu,
Ummatmu lebih pendek usianya, lebih lemah, lebih tidak berdaya, balik lagi
minta kekurangan”. Maka Rasulullah saw kembali, ketika meminta kekurangan
seraya berkata : “Wahai Allah sungguh Ummatku sudah sangat lemah dibanding
ummat-ummat sebelumnya” Maka Allah subhanahu wata'ala menguranginya 10
menjadi 40 waktu,
Dia turun pada Nabiyallah Musa, Musa a.s berkata : “apa yang kau dapat, di kurangi berapa?”
Rasul saw menjawab : “sepuluh. Kemudian Nabi Musa berkata lagi: “kembalilah lagi, 40 waktu tidak mampu ummatmu, minta dikurangi lagi, minta keringanan.” Maka Nabi saw balik lagi pada Allah, dikurangkan lagi 10 hingga demikian sampai 5 waktu yaitu beliau bulak balik demi minta keringanan.
Dia turun pada Nabiyallah Musa, Musa a.s berkata : “apa yang kau dapat, di kurangi berapa?”
Rasul saw menjawab : “sepuluh. Kemudian Nabi Musa berkata lagi: “kembalilah lagi, 40 waktu tidak mampu ummatmu, minta dikurangi lagi, minta keringanan.” Maka Nabi saw balik lagi pada Allah, dikurangkan lagi 10 hingga demikian sampai 5 waktu yaitu beliau bulak balik demi minta keringanan.
Didalam salah satu riwayat
Nabiyallah Musa a.s itu ketika beliau a.s mendengar firman Allah Swt di bukit
Tursina, setelahnya ia turun dari bukit tersebut sambil menutup telingannya
dari semua suara benda dan hewan karena ia tidak tahan mendengar buruknya suara
benda dan hewan karena ia telah mendengar suara yang sangat begitu lembut dan
indah mewakili firmannya Allah Swt hingga ia tidak kuat mendengar suara air,
suara burung, suara manusia, suara hewan yang semuanya menyakiti telinga Musa
a.s. Hal itu terjadi pada Nabiyallah Musa a.s di dunia. cahaya terang pun
terlihat diwajah Nabiyallah Musa yang dilihat oleh istri dan anak-anaknya
hingga mereka berkata, “Demikian terang benderang wajahmu.” Nabiyallah
Musa As berkata : “Aku tadi mendapat firman Allah Swt.” maka ketika di
malam isra’ wal mi’raj Nabi Musa a.s melihat wajah Rasulullah Saw sesaat
setelah kembali dari hadapan Allah Swt dengan wajah yang terang benderang bisa
dari cahaya Rabbul’alamin swt, Nabiyallah Musa a.s bahkan mencari alasan supaya
Muhammad kembali lagi ke atas supaya bisa balik lagi, jumpa lagi, melihat lagi
cahaya keindahan Allah, wajah Beliau bagaikan cermin yang mencerminkan cahaya
keagungan Ilahi, balik lagi keatas, balik lagi hingga berkali kali Nabi Musa a.
bisa menikmati bias dari cahaya keindahan Rabbul’alamin yang terlihat di wajah
Sayyidina Muhammad Saw dan setelah itu Nabiyallah
Musa pun ketika Rasul berkata :“sudah
cukup 5 waktu tadi sudah di beri pahala 50 waktu oleh Allah subhanahu wata'ala”.
Kemudian nabi Musa berkata: ”Kembali lagi”
Rasul berkata : “aku sudah malu, karna Allah Swt sudah berfirman : “ Aku sudah lewatkan dan sudah jalankan fardhu Ku untuk hamba-hamba Ku”(Shahih Bukhari).
Rasul berkata : “aku sudah malu, karna Allah Swt sudah berfirman : “ Aku sudah lewatkan dan sudah jalankan fardhu Ku untuk hamba-hamba Ku”(Shahih Bukhari).
Hikmah perjalanan isra mi’raj Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah isyarat bagi umat Islam agar menjaga bumi al-Quds
dari para penyusup dan orang-orang yang tidak senang terhadap Islam. Khususnya
bagi kaum muslimin saat ini, agar tidak merasa rendah, takut, dan lemah dalam
memperjuangkan al-Quds dari tangan orang-orang Yahudi (al-Buthi, Fiqh
ash-Shirah an-Nabawiyah, Hal: 113)
Dan
sebesar-besar hikmah dari perjalanan isra mi’raj adalah disyariatkannya shalat.
Dengan melaksanankan shalat wajib tersebut seorang hamba menegakkan sebuah
kewajiban ubudiyah yang mampu meredam hawa nafsu, menanamkan akhlak-akhlak
mulia di dalam hati, menyucikan jiwa dari sifat penakut, pelit, keluh kesah,
dan putus asa. Dengan shalat kita bisa memohon pertolongan kepada Allah dari
permasalahan yang kita hadapi. Allah Ta’ala berfiman,
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ
الصَّابِرِينَ
“Hai
orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)
إِنَّ الإِنْسَانَ
خُلِقَ هَلُوعًا إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ
مَنُوعًا إِلاَّ الْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاَتِهِمْ دَائِمُونَ
“Sesungguhnya manusia
diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia
berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali
orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan
shalatnya.” (QS. Al-Ma’arij: 19-23)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah seorang yang senantiasa berdiri (shalat)
bermunajat kepada Rabbnya, sampai-sampai beliau menemukan kenikmatan dalam
mengerjakan shalat. Beliau bersabda,
وَجُعِلَتْ قُرَّةُ
عَيْنِي فِي الصَّلاةِ
“Dan dijadikan penyejuk
hatiku di dalam shalat.”
0 komentar:
Posting Komentar