AIR MATA TUHAN
“Memoar Istri Yang Menggenggam Cinta Sampai
Akhir Hayat”
Pengarang : Aguk Irawan M.N.
Judul : Air Mata Tuhan
Penerbit : Imania
Kode Buku : XA-17
ISBN : 9786027926172
Tahun Terbit : September 2014
Halaman : 352 Halaman
Berat : 0,28 Kg
Format : Soft Cover
Harga : Rp. 60.000
Air
Mata Tuhan adalah sebuah novel buah karya dari
Aguk Irawan M.N. Sebuah novel yang menceritakan tentang lika-liku kisah
percintaan segitiga antara Fisha, Fikri, dan Hamzah. Novel ini mengundang
banyak perhatian bagi para pecinta sastra terutama, tak luput pula seorang
penulis novel Perempuan Berkalung Sorban (Abidah El-Khalieqy) “Ini
novel yang hebat, sebuah perjalanan perempuan muda yang sangat tangguh
menghadapi berbagai cobaan, kesedihan dan air mata. Karakter tokoh utamanya
disuguhkan begitu kuat dan detail dengan bahasa yang lembut dan menyala-nyala.
Saya berikan dua jempol untuk penulis”. Ujarnya.
Novel ini lahir dari goresan pena seorang Aguk Irawan M.N. Dalam novel
tersebut mengajarkan banyak hal dalam kehidupan ini, terutama permasalah rumah
tangga. Urusan rumah tangga memang tidak semudah yang di bayangkan, banyak
liku-liku cobaan yang menghadang. Pernikahan bukanlah hanya sekedar akad yang
menghalalkan hubungan badan, namun pernikahan adalah ikatan yang paling suci
karena perjanjiannya tidak hanya bersumpah atas nama Tuhan, tapi oleh kedua
hati yang sama-sama mengikrarkan cinta. Sebagai novel penggugah jiwa, novel ini
secara rinci menyampaikan pesan-pesannya terhadap para pembaca. Sehinggga
pembaca akan lebih tenggelam dalam alur cerita tersebut. Novel ini menggambarkan
hal itu dengan cara yang begitu indah.
Berikut sedikit kutipan dari novel Air Mata Tuhan “Jiwa Fisha melayang-layang. Hatinya
pun menjerit-jerit. Rasa kesakitan karena kanker rahim itu semakin memuncak,
seiring jiwanya yang terkapar dalam ketidakberdayaan. Dengan tangan gemetar, ia
usap air matanya dengan ujung jarinya. Ia tak menyangka bahwa hinaan dan
kebencian itu akan menghadapkannya pada pilihan yang sangat tidak ia bayangkan:
bercerai atau dimadu?
“Ya, Allah untuk inikah aku membangun
rumah tanggaku? Setelah Kau angkat calon bayi dari rahimku? Setelah Kau buat
dua kali aku keguguran? Setelah kujaga terus cinta dan sayangku kepada suamiku?
Setelah Kau beri aku kesakitan dengan penyakit ini? Setelah Kau ambil ayahku? O
inikah tujuan-Mu sesungguhnya, ya Rabb?”.
Kelebihan:
1. Bahasa yang digunakan oleh penulis sangatlah indah, penempatan kata, dan
diksi. Hal tersebut terlihat dari baik percakapan berikut “suatu ketika aku
bermimpi, salah satu Malaikat membisikiku dengan lembut, bahwa indah itu
seperti bulan purnama… tapi aku menolaknya, dan aku segera menggelengkan
kepalaku. Kemudian ia membisikiku lagi di telinga kiriku, bahwa indah dan
cantik itu seperti Planet Venus… menurutku tidak juga. Sebab seindah apapun
rembulan, venus atau bumi, tanpa kehadiran orang yang menggetarkan hatinya,
pastilah lenyap nilai keindahan itu, lalu mereka tertawa”.
2. Tidak hanya mengangkat kisah-kisah percintaan, namun terselip juga
nilai-nilai religi, sosial, dan budaya. Berikut sedikit kutipannya :
“Ilahi….Wahai, Kekasihku. Wahai, Harapanku. Wahai,
Pelindungku. Wahai, Penolongku. Wahai, Dzat Yang Tak Pernah Letih. Wahai, Dzat
Yang Tak Pernah Lelah. Wahai, Dzat Yang Maha Perkasa. Hamba memohon dengan hati
yang hampir putus asa. Dengan nama-Mu, demi Kebesaran-Mu. Dengan Kekuasaan-Mu. Demi
Diri-Mu. Selamatkan suami hamba, Ya Rabb. Selamatkan dia…”
3. Setiap kata yang disajikan oleh penulis memicu visualisasi bagi para
pembaca. Berikut sedikit kutipannya :
“Fikri terus berlari. Menyisakan jejak-jejak darah
Fisha yang jatuh di atas tanah. Bibir Fikri mendendangkan tasbih, mengharap
kekuatan dari Allah Swt. Senyampang dengan itu, berkali-kali ia berkata,
“kuatkan dirimu, Bunda. Kuatkan engkau. Ya Allah. Tolong aku….”.
4. Dari buku ini kita belajar bahwa perjalanan hidup itu tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Yang begitu mulus tanpa sedikit pun halangan. Namun
hidup adalah sebuah dilema, dimana kita harus memilih satu dari beragam
pilihan. Hidup membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Mana kala ketika badai
menerp, jiwa harus siap siaga dalam menghadapinya. Menang bukan kerena
berperang, namun sebab tidak pernah menyerah.
5.
Lewat novel ini kita dapat bercermin pada sesosok
Fisha -salah satunya-,
bagaimana ia memperjuangkan rumah tangganya tetap harmonis
meskipun kenyataan yang harus dipilih sangatlah tragis: antara di cerai atau di
madu. Ini menjadi pelajaran yang amat sangat berharga, terutama dalam
mengarungi bahtera rumah tangga. Rumah tangga tidak cukup dengan bergelimbangan
harta dan bertahta, namun rumah tangga lebih memerlukan kesetiaan yang didasari
rasa mahabbah kepada-Nya.
6. Namun sayangnya, penulis kurang mengupas kisah semasa
remaja sesosok Fisha sehingga dapat menjadi makhluk yang banyak digandrungi
oleh kaum pujangga. Apabila di kupas lebih mendetail, kita dapat memetik
pelajaran dan menjadi bahan muhasabah diri.
Isi novelnya kk
BalasHapusIsi novelnya kk
BalasHapusMana isi novel dak kekurangan nya kakk
BalasHapus